Ada banyak perdebatan soal kelayakan Esport masuk dalam berbagai ajang olahraga internasional. Beberapa negara dengan tegas menolak dimasukannya Esport dalam ajang olimpiade, salah satunya adalah Jerman.
Lalu apa sebenarnya alasan Esport diakui sebagai cabang olahraga? Hal itu dijawab oleh Deputi Pembudayaan Olahraga Raden Isnanta. Ia mengatakan Esport tak berbeda jauh dengan catur atau bridge.
"Esport itu membutuhkan konsentrasi, daya tahan, dan stamina," ujarnya seperti yang dikutip dari Tempo.co.id.
Bahkan Esport disebut membutuhkan stamina lebih daripada catur. Selain itu dibutuhkan kerja sama tim dalam sebuah kompetisi (meski tak semua) dan ada sisi edukasi yang diberikan. Itulah yang membuat Esport masuk dalam salah satu cabang olahraga.
Beberapa unsur tersebut yang kerap ditemui dalam cabang olahraga lainnya. Para atlet Esport juga mengalami pelatihan yang hampir mirip dengan atlet cabang olahraga lainnya. Mereka harus menjaga fisiknya dengan latihan rutin selain melatih game tersebut.
Namun ia mengatakan satu perbedaan mencolok yang dilakukan pada Esport dengan olahraga lainnya. Medium yang digunakan oleh Esport adalah layar, itu yang kerap membuat pertanyaan berbagai praktisi ataupun anggota komite ajang olahraga. Selain itu tak semua game bisa dimasukan ke dalam Esport, ada kategori yang dihindari.
"Untuk jenis permainannya kami tidak merekomendasikan peperangan (kekerasan)," terangnya.
Eddy Lim, Ketua Asosiasi Esport Indonesia (IeSPA) menjelaskan perbedaannya dengan olahraga lainnya. Dalam Esport porsi penggunaan otot lebih kecil dibandingkan lainnya. Sementara itu publik menilai jika olahraga lebih melibatkan otot. Padahal sudah banyak cabang olahraga yang sedikit menggunakan otot.
"Contohnya menembak, kan dilakukan sambil berdiri," ujarnya.