Masomah Ali Zada jadi pusat perhatian di Olimpiade Tokyo 2020. Ia debut di sana sebagai atlet sepeda dari tim pengungsi, Refugee Olympic Team.

banner-ads

Atlet sepeda kelahiran Afghanistan itu mungkin menempati urutan ke-25 dari 25 atlet dalam uji waktu individu putri. Tapi kala itu muncul isu kesulitan dan trauma yang dialami oleh Masomah.


Foto: Masomah Ali Zada

Baca Juga: Ban Sepeda Kempes Misterius di Garasi

Ia berkompetisi di Olimpiade setelah melawan rintangan yang signifikan karena Afghanistan tengah dikuasai Taliban.

Kisahnya memberikan harapan dan inspirasi bagi jutaan perempuan dan orang-orang terlantar di seluruh dunia, menunjukkan kepada mereka bahwa mereka juga dapat mencapai impian.


Foto: Masomah Ali Zada

Masomah lahir di Afghanistan dalam komunitas konservatif di mana perempuan tidak didorong untuk mengendarai sepeda. Ketika Taliban mengambil alih negara itu, keluarganya diasingkan di negara tetangga Iran.

Masomah berasal dari Afghanistan, tetapi menghabiskan tahun-tahun awalnya di pengasingan di Iran. Setelah kembali ke Kabul, dia pergi ke sekolah menengah dan universitas untuk belajar olahraga.


Foto: Masomah Ali Zada

Dia juga bekerja sebagai guru olahraga, dan mulai bersepeda dengan sekelompok wanita muda lainnya, meskipun ada ketidaksetujuan dari bagian masyarakat yang konservatif. Sebagai anggota minoritas Hazara, hal ini semakin mempersulit Masomah, tetapi kelompoknya menjadi terkenal dan dia bergabung dengan tim bersepeda nasional.

Pada 2016, tekanan dari bagian masyarakat tertentu menjadi terlalu kuat, dan keluarganya meninggalkan Afghanistan dan meminta suaka di Prancis. Dia sekarang belajar teknik sipil di tahun kedua universitas di Lille. Arte, saluran TV Prancis, membuat film dokumenter disebut “Les Petites Reines de Kaboul” menampilkan Masomah dan rekan-rekan atletnya.