Jika dapat dianalogikan sebagai manusia, mungkin usia Ibu Kota Jakarta yang sudah 485 tahun tampak begitu renta dan uzur dengan segala penyakit yang di deritanya. Namun deskripsi itu nampaknya terpatahkan dengan sosok kota yang kian megapolitan sebagai ruh perekonomian negara Indonesia. Intip jendela, dan tengoklah kanan kiri Anda, sejauh mata memandang menjamur gedung-gedung pencakar langit lengkap dengan kerumunan permukiman penduduk baik yang super high-class sampai yang kumuh kusam ada semuanya. Inilah Jakarta, yang tetap menjadi magnet bak intan permata bagi siapa pun yang ingin mencicipi peruntungan di dalamnya.
Pada kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat ini, warga Ibu Kota seolah dibuat sumringah dengan beragam proyek yang sepertinya akan membuat Jakarta kian gagah sebagai jantung negara. Sebut saja proyek monorel atau Giant Sea Wall yang siap digarap sebentar lagi. Pembangunan kian inovatif, tapi Jakarta tetap punya cerita sendiri. Banyak detil kota Jakarta yang sebetulnya menarik untuk selalu diingat. Tanpa susah payah membuka ensiklopedi pun Anda sering menyebutkan nama tempat atau titik-titik di kota Jakarta sebagai penunjuk jalan.
Mungkin, 20 tahun dari sekarang ikon-ikon Jakarta ini sudah disulap menjadi bentuk digital. Kerangkanya dibabat habis untuk tiang pancang sky train, atau mungkin subway.. tidak ada yang tahu. Tapi sampai detik ini, mereka tetap kokoh berdiri. Di tengah klakson kendaraan yang memekakkan telinga, hembusan hitam knalpot bus kota, sampai genangan banjir tak menggoyahkan posisi mereka untuk menyambut siapa saja yang bertandang ke kota ini. Enjoy Jakarta!
Monumen Nasional
Monumen Nasional sebagai lambang kota DKI Jakarta.Dibangun sejak 17 Agustus 1961 sampai 12 Juli 1975, Monumen Nasional merupakan simbol spirit perjuangan bangsa Indonesia sampai meraih kemerdekaan. Pencetusnya siapa lagi jika bukan Sang Proklamator Ir. Sukarno. Tugu berkepala emas yang sangat ikonik di Jakarta ini dirancang oleh arsitektur Friedrich Silaban dan R. M. Sudarsono. Konsep siluet Monumen Nasional sebetulnya melambangkan Lingga dan Yoni, simbol pria dan wanita pada masa manusia purba. Lidah api yang menjulang di puncak Monas dapat dikatakan sebagai harta karun paling nyata milik bangsa Indonesia. Pahatan lidah api dari perunggu seberat 14,5 ton berselimut emas dengan berat 50 kg. Sebelumnya, berat lapisan emas di puncak Monas hanya 35 kg, namun Presiden Soeharto menggenapi berat emasnya sampai 50 kg untuk menyambut perayaan 50 tahun Kemerdekaan RI tahun 1995.
Anda mungkin selama ini hanya memandangi Monas saat terjebak macet atau dari balik jendela di gedung tempat Anda bekerja. Jangan heran, selama berpuluh tahun hidup di Jakarta masih banyak orang yang belum pernah menginjakkan kaki di Monas. Jika Anda bertanya-tanya apa isi dari cawan Monas? Di sana merupakan museum, berisi replika-replika dan miniatur perjuangan bangsa. Inti dari museum tersebut, tentu saja Ruang Kemerdekaan. Tiang pangkal Monas adalah rumah abadi penyimpanan naskah asli Proklamasi, bendera Sang Saka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati (namun karena kondisinya kian lapuk, tidak lagi dipajang untuk publik), lambang Pancasila, dan simbol Nusantara yang semuanya berlapis emas.
Jembatan Semanggi
Jembatan Semanggi merupakan saksi biksu perjuangan reformasi tahun 1998.Anda mungkin setiap hari mengumpat nama jembatan ikonik di Jakarta ini saat berangkat atau pulang kerja. Memang, siapa yang tidak mengenal kemacetan Jembatan Semanggi setiap hari, Anda pun mungkin ikut menuding jembatan ini sebagai biang kemacetan di jantung Ibu Kota. Tapi ternyata Jembatan Semanggi merupakan saksi biksu sejarah bangsa Indonesia. Bagi Anda yang lahir di era sekarang, mungkin masih ingat betul bagaimana jembatan ini menjadi saksi perjuangan mahasiswa pada masa reformasi tahun 1998 silam. Tak tanggung-tanggung, beberapa orang tewas di jembatan ini saat mahasiswa berjuang menumbangkan rezim Orde Baru hingga terkenal dengan sebutan Tragedi Semanggi.
Jembatan Semanggi, digagas oleh Presiden Sukarno tahun 1961. Sebetulnya Indonesia dalam keadaan resesi waktu itu, namun Sukarno tetap berambisi untuk menampilkan wajah Indonesia dengan segala ikonnya untuk menyambut Asian Games 1962. Ir. Sutami yang saat itu menjabat Menteri Pekerjaan Umum turun tangan untuk mengeksekusi pembangunannya. Proyek Jembatan Semanggi merupakan salah satu dari proyek mercusuar yang dicetuskan Sukarno. Meski menuai protes dan demonstrasi karena dinilai menghamburkan uang negara, Presiden karismatik tersebut tak peduli dan terus membangun Jembatan Semanggi hingga kini tetap kokoh menjadi punggung lalu lintas Jakarta.
Patung Dirgantara
Patung Dirgantara yang lebih dikenal dengan sebutan Patung Pancoran.Mungkin Anda sering melihat patung ini dijadikan guyonan saat kemarin Jakarta dilanda banjir besar. Banyak foto beredar yang menggambarkan patung ini 'kebingungan’ karena walaupun sudah berada di tempat tinggi tetap saja terendam, ada-ada saja ulah orang Jakarta. Anda mungkin lebih mengenal patung ini dengan sebutan Patung Pancoran. Tidak heran, karena memang patung ini berada di perempatan besar di daerah Pancoran, Jakarta Selatan yang juga menjadi titik kemacetan parah di Ibu Kota. Tapi sebetulnya patung ini bernama asli Patung Dirgantara yang dibangun tahun 1964. Lagi-lagi pendirian patung monumental ini diprakarsai oleh Presiden Sukarno yang melambangkan manusia angkasa dan dengan penuh keberanian siap menjelajahi angkasa.
Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso dengan bantuan Keluarga Arca Jogjakarta. Terbuat dari perunggu, patung ini bobotnya mencapai 11 ton dan memang sengaja ditempatkan di titik yang strategis. Karena namanya Patung Dirgantara, patung ini merupakan pintu gerbang di selatan Jakarta dari Bandara Halim Perdanakusumah dan dekat dengan Markas Besar Angkatan Udara Republik Indonesia (kini dikenal dengan Aldiron). Yang unik, selama pembangunannya, Presiden Sukarno selalu memantau langsung di lapangan sehingga membuat area di sekitarnya menjadi macet. Ditambah suasana mencekam usai peristiwa G30S/PKI tahun 1965, protokoler kenegaraan dibuat kalang kabut oleh ulah Bung Karno tersebut.
Patung Arjuna Wijaya
Patung Arjuna Wijaya yang mengandung filosofi Asta Brata, yaitu hidup bersinergi dengan alam.Saat melintas di kawasan Jalan M. H. Thamrin, baik ke arah Bundaran HI atau menuju kawasan Harmoni, pasti Anda akan melewati patung berbentuk deretan kuda dan ksatria. Tampak seperti kisah pewayangan? Ya, betul sekali. Itu adalah Patung Arjuna Wijaya. Mungkin dengan alasan agar mudah diingat, orang-orang biasa menyebutnya Patung Kuda, atau, Patung Delman (untuk yang satu ini terdengar agak konyol memang). Patung Arjuna Wijaya dibangun tahun 1987 atas prakarsa mendiang Presiden Soeharto. Seniman kondang Nyoman Nuarta ditunjuk untuk merancang patung yang memiliki falsafah Asta Brata, yaitu hidup adalah sebuah sinergi dengan alam semesta.
Nyoman Nuarta begitu andal dalam merefleksikan adegan Perang Baratayudha, terlihat dari bentuk patung ini yang menceritakan Arjuna yang kereta perangnya ditunggangi Batara Kresna. Jika Car Free Day setiap hari Minggu sedang berlangsung di Jakarta, cobalah tengok patung ini sejenak. Di patung ini terdapat prasasti yang bertuliskan Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir”. Banyak makna dari arti prasasti di Patung Arjuna Wijaya itu, beberapa orang berkata itulah spirit Presiden Soeharto hingga mampu memerintah Indonesia hingga 32 tahun lamanya. Hmmm.. no one knows.
Patung Selamat Datang
Patung Selamat Datang merupakan simbolisasi penyambutan siapa saja yang bertandang ke kota Jakarta.Yang manakah Anda? Lebih mengenal nama Bundaran HI atau Patung Selamat Datang? Tidak mengenal dua-duanya, silakan Anda bertransmigrasi ke pulau lain. Patung Selamat Datang juga merupakan saksi bisu sejarah perkembangan kota Jakarta, dekade ke dekade. Monumen ini didirikan untuk menyambut Asean Games tahun 1962 atas keinginan Presiden Sukarno. Tidak heran, bersamaan dengan pembangunan Hotel Indonesia saat itu, patung ini bersimbol sepasang pemuda-pemudi yang membawa karangan bunga sebagai tanda penyambutan tamu-tamu negara saat itu.
Patung Selamat Datang dirancang oleh Henk Ngantung yang waktu itu menjabat Gubernur DKI Jakarta dan pembuatannya dilakukan oleh Edhi Sunarso. Selama perjalanannya, Patung Selamat Datang yang berdiri kokoh di atas bundaran air mancur selalu menjadi pembicaraan. Anda mungkin masih ingat, bagaimana patung ini mejadi kontroversi saat pemerintah kota Jakarta melakukan pemugaran Patung Selamat Datang dan Bundaran HI hingga menelan biaya 10 miliar Rupiah lebih. Apapun cerita yang melatarinya, Patung Selamat Datang tetap menampakkan wajah ceria walaupun Jakarta dirundung permasalahan Ibu Kota yang kian runyam..
Patung Pemuda Membangun
Patung pemuda Membangun yang dibangun untuk memperingati semangat Hari Sumpah Pemuda.Lebih dikenal sebagai Patung Senayan, atau ada juga yang menyebutnya Pizza Delivery. Yang dimaksud sebetulnya adalah Patung Pemuda Membangun yang didirikan tahun 1971 oleh tim gabungan Insinyur, Arsitek, dan Seniman (Biro IBA) dengan Imam Supardi sebagai pimpinan tim dan Munir Pamuncak sebagai pelaksana. Patung ini merupakan simbolisasi semangat pemuda Indonesia dalam semangat pembangunan. Pada rencana awal, Patung Pemuda Membangun akan diresmikan dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, namun karena kendala teknis, patung ini peresmiannya mundur sampai bulan Maret tahun 1972.
Dalam pemetaan Jakarta, Patung Pemuda Membangun diibaratkan sebagai pembakar semangat yang menghadap ke Patung Selamat Datang sebagai lambang penyambutan. Beberapa sejarawan menilai adanya filosofi penempatan patung-patung ikonik di Jakarta itu yang kesemuanya merupakan simbolisasi perjuangan yang berapi-api. Perhatikan semua patung atau ikon tersebut, hampir semuanya mengarah ke Istana Negara sebagai simbol kedaulatan Republik Indonesia. Mungkin generasi Anda telah akrab dengan ikon-ikon Jakarta tersebut, namun pemerintah saat ini juga telah membangun ikon kota yang lain mungkin agar dikenal generasi mendatang, Patung Jenderal Besar Sudirman misalnya.