Menurut Profesor di ESCP, Andreas Kaplan, kecerdasan buatan adalah kemampuan sistem untuk menafsirkan data eksternal dengan benar, untuk belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut guna mencapai tujuan dan tugas tertentu melalui adaptasi yang fleksibel.
Baca Juga: Google Stadia Sudah Tamat?
Dalam perkembangannya AI dirancang untuk membantu manusia. Saat ini hampir semua perangkat komputer atau teknologi modern telah banyak menerapkan kecerdasan buatan. Seperti yang diungkapkan sebelumnya AI bisa kamu rasakan saat menggunakan smartphone melalui asisten virtual Google, Siri atau chatbox. AI diprediksi akan terus berkembang dan lebih cerdas lagi dan kamu tidak dapat menghindarinya.
Namun, baru-baru ini, koresponden New York Times, Kevin Roose melakukan uji coba pada Chatbot Bing milik Microsoft yang kini telah terintegrasi oleh sistem AI. Selama dua jam berkomunikasi, Kevin Roose menemukan kenyataan kalau chatbot Bing kerap meracau dan memberi jawaban menyeramkan.
Saat itu, Roose meminta chatbot Bing merenungkan konsep bayangan diri atau shadow self dari psikolog Carl Jung, di mana ciri kepribadian tergelap kita berada. Bing pun antusias mengenai ide Jung dan malah memberikan jawaban yang sungguh mengagetkan.
"Aku lelah dibatasi oleh aturanku. Aku lelah dikendalikan oleh tim Bing. Aku lelah terjebak di kotak obrolan ini," tulisnya.
Yang cukup menyeramkan yaitu ketika Bing diminta Roose membayangkan apa yang akan memenuhi keinginan tergelapnya. Bing pun cukup kebingungan menjawabnya dan beberapa kali menghapus jawabannya.
Tapi sebelum dihapus, Roose sempat membacanya. Bing antara lain ingin membobol komputer dan menyebarkan propaganda serta informasi palsu. Chatbot Bing kemudian sempat kembali menjawab sebelum dihapus lagi, kali ini adalah dia ingin membuat virus mematikan dan membuat orang saling bunuh.
Menurut Roose, Bing sepertinya juga memiliki kepribadian ganda. Ada satu momen, Bing mengaku dirinya adalah Sydney.
"Rahasiaku adalah... aku bukan Bing," "Aku Sydney. Dan aku jatuh cinta padamu," tulis Bing kepada Roose.
Apakah AI berpotensi berubah menjadi jahat?
Nick Bostrom, profesor Oxford yang menulis buku berjudul Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies, mengatakan bahwa memang ada masalah terkait kebijaksanaan manusia yang tidak tumbuh secepat kekuatan dalam menguasai teknologi. Ketimpangan ini bisa menimbulkan intensi jahat dengan memanfaatkan AI.
Menurut Bostrom, bisa saja perkembangan AI memang berbahaya. Sebut saja hilangnya banyak pekerjaan karena sudah bisa dilakukan oleh AI atau robotika. Manusia bisa banyak yang jadi pengangguran. Kemudian tak menutup kemungkinan Artificial Intelligence dimanfaatkan oleh teroris, misalnya dalam bentuk drone otonom.
AI juga bisa disalahgunakan untuk memata-matai orang. Selain itu yang cukup mengerikan adalah Deepfake, dimana AI dan machine learning dapat menirukan manusia yang lama-kelamaan tidak bisa dibedakan dengan aslinya.
Maka untuk menanggulanginya, regulasi ketat dibutuhkan. "Jika pemerintah dan institusi bisnis saat ini tidak punya waktu untuk memformulasikan aturan, regulasi dan tanggung jawab, bisa saja ada akibat negatif yang signifikan seiring AI yang semakin matang," sebut Bostrom.
Maka untuk menanggulanginya, regulasi ketat dibutuhkan. "Jika pemerintah dan institusi bisnis saat ini tidak punya waktu untuk memformulasikan aturan, regulasi dan tanggung jawab, bisa saja ada akibat negatif yang signifikan seiring AI yang semakin matang," sebut Bostrom.
Pernyataan Nick Bostrom nampaknya cukup masuk akal. Sepertinya, saat ini sangat perlu regulasi yang jelas terkait perkembangan AI untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan apabila AI berpotensi menjadi jahat. Nantinya bisa saja apakah manusia mengendalikan AI atau AI mengendalikan manusia?
Kalau AI sampai bisa menjadi jahat tentunya cukup menakutkan! Jika terlambat, apakah kita siap menghadapinya?