Apa Itu Genre Ecohorror?
Di dunia perfilman, genre ecohorror itu ngegabungin elemen horor sama isu lingkungan, ngisahin alam yang “ngebales” kegiatan eksploitatif manusia, bahasa gampangnya “keserakahan manusia” yang nggak ngejaga alamnya. Misalnya, film Godzilla (1954) nunjukin monster yang muncul karena ledakan bom nuklir. Ini tuh nekenin gimana aktivitas manusia bisa memicu balasan mengerikan dari alam.
Selain itu, genre ini juga berkembang dengan cerita yang lebih beragam. Seperti di Deep Blue Sea (1999), dimana ilmuwan yang nyoba ningkatin kapasitas otak hiu untuk penelitian alzheimer, tapi berakhir dengan hiu yang lebih cerdas dan malah ngeburu manusia. Kisah-kisah ini ngajak kita untuk lebih peka sama hubungan antara manusia, alam, dan makhluk hidup lainnya, dan juga ngerti sama ketakutannya.
Potensi dan Pengaruh Ecohorror di Indonesia
Baca Juga: Yang Harus Lo Tau Soal Film A Quiet Place: Day One: Sinopsis
Film Ecohorror di Indonesia
Di Indonesia, genre ecohorror masih dibilang baru tapi punya potensi gede untuk berkembang. Contohnya, "Seri Kisah Tanah Jawa: Merapi" (2019) yang ngisahin soal demit gunung Merapi yang nyulik manusia. Meskipun cerita ini nonjolin gunung sebagai tempat misterius dan berbahaya, ini nunjukin kalo cerita-cerita ecohorror bisa menarik banget sama penonton.
Film Ecohorror dari luar
Mother (2017)
SOURCE: IMDb
Film Aronofsky yang super mengganggu ini bercerita soal wanita muda yang lagi hamil (Jennifer Lawrence). Hidupnya yang damai di rumah pedesaan bareng suaminya (Javier Bardem) tiba-tiba berantakan gara-gara kedatangan pasangan suami istri yang aneh. Suatu malam, ada orang asing yang ngetok pintu, dan mereka diundang masuk. Nggak lama, istri dan dua anaknya juga datang dan diterima di rumah mereka. Teror mulai muncul saat makin banyak orang datang dan bikin rusuh rumah mereka. Film ini sebenarnya alegori tentang hubungan antara Tuhan, manusia, bumi, dan Ibu Alam. Karakter Javier Bardem sebagai penyair itu Tuhan, dan Jennifer Lawrence sebagai sang ibu itu Ibu Alam.
Di klimaks yang bikin deg-degan, sang ibu melahirkan bayi yang kemudian dibunuh dan tubuhnya dimakan orang-orang yang nyembah penyair tapi nggak menghormati ibu. Akhirnya, sang ibu yang marah bakar rumah itu, bawa dirinya dan umat manusia menuju kehancuran. Film ini nyeritain kembali kisah-kisah dari Alkitab tapi lewat sudut pandang mimpi buruk, yang nggak jauh beda sama dunia kita sekarang.
Baca Juga: 6 Fakta Nightmares and Daydreams: Serial Netflix Joko Anwar
Annihilation (2018)
"Annihilation" tuh salah satu film yang, meskipun bikin lo nggak nyaman pas nonton, malah makin ngeganggu kalo lo pikir-pikir lagi setelahnya. Ceritanya tentang Lena (Natalie Portman), ahli biologi sekaligus mantan tentara. Suaminya, Kane (Oscar Isaac), ikut misi bareng tentara lain buat jelajahin zona aneh yang disebut "The Shimmer" atau Area X. Zona ini muncul setelah ada meteor yang nabrak mercusuar dan mulai menyebar. Kane satu-satunya yang selamat dari misinya—atau lebih tepatnya, satu-satunya yang pernah selamat dari banyak ekspedisi ke The Shimmer. Tapi, begitu pulang, kesehatannya tiba-tiba drop dan dia harus buru-buru dibawa ke rumah sakit. Lena akhirnya mutusin buat ikut ekspedisi berikutnya yang isinya ilmuwan cewek semua.
"Annihilation" keren banget dalam ngebangun dunia Area X dengan ngasih liat berbagai keahlian ilmiah dari para sukarelawannya. The Shimmer itu sendiri ngasih dampak yang nggak cuma fisik tapi juga psikologis ke siapa pun yang masuk. Dunia aneh ini emang cantik tapi juga super mematikan. Meskipun "Annihilation" nggak malu-malu ngasih liat gambar-gambar serem, justru horor psikologisnya yang bikin film ini efektif banget—dan jadi alasan kenapa film ini bisa terus nempel di pikiran penonton lama banget.
Crawl (2019)
"Crawl" mengikuti kisah seorang ayah, Dave (Barry Pepper), dan putrinya yang seorang perenang kompetitif, Hayley (Kaya Scodelario). Bersama anjing keluarga mereka, mereka terjebak di dalam rumah yang banjir akibat badai kategori 5. Sambil berjuang untuk bertahan hidup, mereka harus menghadapi buaya-buaya yang menakutkan.
Ketika ditanya apa film eco-horror favorit mereka, skamjamz langsung menyebut "Crawl" (2019) yang disutradarai oleh Alexandre Aja. Film ini adalah tontonan wajib musim panas untuk genre ini. Film bertahan hidup yang penuh ketegangan dan mendebarkan karya Alexandre Aja ini memberikan penonton premis yang menarik dan menyajikan apa yang dijanjikannya.
Respon Orang Indonesia Sendiri Sama Ecohorror
Film ecohorror di Indonesia belum banyak, tapi respon orang-orang Indonesia tuh nunjukin kalo kita-kita sebenernya punya minat yang cukup gede. Pernah ada riset tahun 2022 yang ngebuktiin kalo film horor tuh adalah genre favorit di Indonesia, dan ecohorror, sebagai sub-genre, juga mulai dapetin perhatian. Di YouTube, banyak juga talkshow yang ngebahas pengalaman paranormal di gunung, itu tuh juga nunjukin kalo masyarakat kita emang demen sama cerita-cerita yang ngelibatin alam dan entitas gaib.
Prediksi Tren Ecohorror di 2024
SOURCE: Brook University
Ngarepin film-film dari subgenre ini untuk lebih banyak
Tahun 2024 emang jadi tahun yang seru buat fans film horor. Banyak film baru yang bakal muncul di bioskop, dari yang ngehidupin lagi film horor klasik sampai yang inovatif. Lo bisa berekspektasi sama film Alien: Romulus yang disutradarain sama Fede Alvarez, yang dikenal sama gaya horornya yang visceral. Jangan lupa juga Smile 2, yang dijamin bakal bikin lo merinding lagi tepat waktu untuk Halloween 2024. Dan nggak ketinggalan, Terrifier 3 yang bakal jadi lanjutan dari kesuksesan sebelumnya, menjanjikan lebih banyak adegan mencekam dan menegangkan.
Inovasi Baru di Genre ini
Ecohorror bakal terus berkembang sama cerita-cerita yang lebih beragam dan mendalam. Misalnya, film Adrift yang ditulis oleh Koji Suzuki, penulis The Ring, yang ngebawa penonton ke cerita kapal hantu yang full tegang dan misterius. Cerita original yang menarik juga bakal muncul di A Quiet Place: Day One, yang bakal ngunkapin lebih banyak soal dunia di mana kalo kita ngomong aja, semua bisa berakibat fatal. Ini juga buktiin kalo ecohorror nggak cuma soal ketakutan, tapi juga soal gimana cerita bisa digali lebih dalam untuk ngasih experience yang nggak terlupakan dan beda.
SOURCE: Jakubgojda
Ekspresi kita sama genre ini bisa jadi salah satu cara untuk mengubah cara pandang kita sama lingkungan. Dengan nonton dan ngerenungin pesan di balik ketakutan itu, kita bisa mulai mikir soal langkah kecil apa yang bisa kita lakukan buat lingkungan sekitar. Jadi, selain siapin diri buat adrenalin yang muncak, yuk mulai mikirin juga gimana cara kita bantu ngejaga alam. Selamat nyari dan nonton film bergenre ecohorror, bro!